Penulis: Devi Nopita Sari 2006015237
Kita pasti pernah mendengar istilah peradaban manusia, yang dimana adanya kebangkitan dan perkembangan teknologi dalam masyarakat.
Sama hal nya dalam ekosistem
media konvensional di masa yang akan datang berada di lingkup atau ekosistem
media baru atau sering disebut online. Sebuah teknologi digital baru
telah muncul seperti bertemunya video dan data yang membawa sekeranjang baru
teknologi komunikasi digital, multimedia, dan interaktif. Industry media
telekomunikasi, dan teknologi informasi di dunia sedang mengalami periode
perubahan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Masyarakat mungkin saja
akan mengenal media konvensional dari media konvensional itu sendiri melainkan
mengetahui dari media online terlebih dulu. Seperti yang dikatakan dalam
teori Charles Darwin “Setiap media juga mengalami perubahan, dari old media ke
new media” perubahan itu niscaya pasti akan terjadi.
Teknologi selalu memiliki
predatornya, yang muncul akibat buah dari kemampuan akal manusia yang menciptakan
dan mengembangkan teknologi. Teknologi baru yang muncul akan menyempurkan
teknologi yang lama. Maka dari hal tersebut banyak hal yang akan terpengaruh
dan berubah termasuk cara masyarakat mengkonsumsi media atau informasi.
Di setiap siklus
perubahan karena adanya teknologi baru maka berdampak pada cepatnya sebuah “peradaban”
yang siap digeser oleh perubahan berikutnya. Dalam teori media sebuah
pemberitaan dapat mempengaruhi adanya perubahan social. Media bukan hanya media
massa, perangkatnya membentuk budaya baru: dari yang biasanya membutuhkan
manusia disuatu ruangan dalam penerbitan berita tetapi sekarang dalam media
online manusia dapat melakukan aktivitas lainnnya.
Dalam old media “content
is the king, but they ignore what medium or what chanel did audience chossed?”
jika konten produksi old media sudah bagus, maka persoalannya ada di
deliverynya, bahkan mediumnya. Apakah mediumnya sudah menarik bagi khalayak? Jika
belum menarik bagaimana kahalayak akan mengakses konten yang menarik itu. Hal inilah
yang harus dipikirkan oleh redaksi televisi berita demi apa yang ditonton oleh
masyarakat. Dasar pemikirannya adalah apa yang sesungguhnya masyarakat inginkan,
media apa yang mereka pilih dan ada sesuatu apa yang membuatnya
"terlibat".
Content is the king,
medium juga penting, but audience is everything. Hal ini perlu
diingat bahwa, media menghasilkan budaya dan melahirkan perubahan sosial. Suka
atau tidak suka, faktanya saat ini kita hidup di era di mana setiap orang
adalah perusahaan media. Siapapun bisa membuat konten, siapapun bisa membuat berita,
siapapun bisa menjadi jurnalis bagi dirnya sendiri, redaktur bagi kontennya Siapapun
bisa menjalani tugas-tugas jurnalistik, menulis berita, lalu menyiarkannya
sendiri.
Bagaimana para redaksi
membuat berita dengan fungsi gatekeeping-nya di tengah peredaran
informasi yang terus bersliweran di tengah kita dan masyarakat? Gatekeeping
alias “penjaga pintu” bagi jurnalisme kian problematik atau bahkan diangggap kuno.
Karena kini ada banyak kanal sumber informasi yang bisa di akses public. Ketika
jurnalisme butuh waktu bertugas sebagai Gatekeeping (konfirmasi dan
Klarifikasi), media sosial menyalip menjadi “media penerbit” pertama kali. Inilah
yang menjadi tantangan jumalisme sekaligus pintu masuk munculnya pakar dadakan.
Ditengah kondisi inl Jurnalis menjadi penjaga pintu di ruangan yang tak
berdinding.
Maka dari itu media
membuat budaya baru. Teknologi komunikasi membawa dampak pada budaya dan
masyarakat. perubahan dalam teknologi komunikasi menghasilkan perubahan yg
mendalam, baik dalam tatanan budaya maupun sosial. Kemunculan teknologi baru
membawa perubahan baru dapat mengganggu stabilitas pemain lama, mengganggu
kenyamanan yg sudah ada.
.png)
0 Komentar